Minggu, 30 November 2008

LISTRIK DAN PROBLEMNYA


Tulisan ini dimulai dengan pertanyaan “Kapan kita terbebas dari krisis listrik?”.

Masalah kekurangan listrik sebenarnya lagu lama Indonesia, yang pada waktu krisis ekonomi, karena keterbatasan anggaran, masalah per-listrikan tidak mendapatkan prioritas dalam APBN. Walaupun konsumsi listrik telah meningkat dengan tajam, namun sebenarnya konsumsi energi listrik per kapita masih sekitar 600 kWh kalau dibanding dengan negara-negara tetangga, kita sangat ketinggalan. Konsumsi energi listrik di Indonesia saat ini yang mencapai 600 kWh per kapita pertahun. Idealnya untuk saat ini, dengan penduduk sekitar 220 juta, diperlukan energi listrik sebesar 2.716.340 kWh pertahun.
Khusus di Kalimantan Selatan, konsumsi listrik adalah 306.14 kWh per kapita, belum lagi ditambah Kalimantan Tengah 195.87 kWh per kapita, jadi berjumlah 502.01 kWh per kapita untuk tahun 2008. meskipun saat ini PT PLN Kalimantan Selatan dan Tengah memiliki beberapa sumber pasokan energi listrik, yaitu:
Pembangkit Listrik Tenaga Uap Asam-asam. Kapasitas 2 X 65 Megawatt (MW).
Pembangkit Listrik Tenaga Air Riam Kanan. Kapasitas 3 X 10 MW.
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Trisakti. Kapasitas 85,4 MW.
PLTG Trisakti. kapasitas 21 MW.
Namun sistem kelistrikan PLN Kalselteng 2008 hanya mampu menghasilkan daya 260,50 Mega Watt (MW), sedangkan beban puncak 295,59 MW, sehingga terjadi defisit 35 MW. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi pemadaman listrik di seluruh daerah di kawasan ini.
Semua permasalahan ini berhulu pada ketidakmampuan PLN dalam melayani pasokan listrik dengan baik dan mengantisipasi peningkatan permintaan listrik yang semakin tinggi. Namun, kita harus ingat, kemampuan PLN juga terbatas karena terbatasnya anggaran PLN dan kewenangannya. Tapi yang jelas, setiap tahun permasalahan yang sama terus dihadapi oleh PLN. Untuk dapat mengatasi krisis listrik ini jelas perlu anggaran yang besar dan itu diluar kemampuan PLN. Pihak swasta bisa saja membantu pendanaan pembangkit listrik kita dengan berbagai skema yang memungkinkan. Namun investor swasta yang ingin membuat pembangkit sendiri jangan diwajibkan menjual listriknya ke PLN. Kenapa tidak dibebaskan saja pihak swasta menjual listrik mereka ke masyarakat. Toh ini akan membantu PLN sendiri yang memang TIDAK MAMPU,dan akan menimbulkan persaingan yang lebih sehat. Jadi biarkan masyarakat yang menilai.
Yang lebih penting lagi adalah bagaimana cara mengatasi masalah ini agar dampaknya pada kehidupan masyarakat dan dunia usaha bisa diminimalkan serta menghindari masalah yang tidak terjadi lagi. Tentu Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai badan usaha milik negara (BUMN) yang memiliki monopoli dalam mendistribusikan listrik pada masyarakat akan lebih banyak menerima kemarahan publik.
Beberapa waktu yang lalu sempat beredar wacana dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan untuk mengambil alih pengelolaan listrik dari PLN kepada Pemprov, dengan menjadikannya sebagai Perusahaan Daerah (PERUSDA). Mungkin keinginan gubernur tersebut didorong oleh perasaan emosi karena sudah tidak tahan lagi mendengar teriakan warganya yang terus menjerit karena hampir sepanjang tahun pemadaman listrik selalu terjadi di Kalsel. Akan tetapi dengan berbagai macam alasan yang tidak jelas, PT. PLN menolak hal ini, bahkan pemadaman bergilir terus berlangsung dan pemerintah provinsi tetap tidak berdaya.
Dalam kesempatan terpisah, General Manager (GM) PT PLN (Persero) Kalselteng, Wahidin Sitompul, mengungkapkan, krisis listrik bukan cuma terjadi di wilayahnya yang meliputi dua provinsi yaitu Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Kalimantan Tengah (Kalteng), melainkan secara nasional. Namun PLN terus berupaya mengatasi krisis listrik tersebut antara lain dengan menyewa generator set (genset) serta membeli daya dari perusahaan swasta yang memiliki pembangkit listrik, tapi kelebihan daya dari pemakaian mereka.
Selaku pelanggan tetap Perusahaan Listrik Negara (PLN) ini, masyarakat sangat terganggu dengan terjadinya pemadaman listrik bergilir akhir-akhir ini, apalagi mereka yang mempunyai bidang usaha yang sangat tergantung kepada satu-satunya Badan Usaha Milik Negara yang memiliki monopoli terhadap distribusi listrik ini. Kalau boleh memilih, mereka mungkin akan mau membayar lebih apabila ada pihak swasta yang mau menjual listrik mereka kepada masyarakat. Akan tetapi kita memang tidak punya pilihan.
Saya pernah bertanya kepada pelanggan listrik, apakah pelanggan tidak keberatan kalau tagihan listrik setiap bulan ditambah sebesar 10.000 rupiah per pelanggan, dengan catatan tidak ada pemadaman? Hampir semua pelanggan menjawab mau. Menurut hitung-hitungan bodoh saya angka 10.000 rupiah itu dikali jumlah pelanggan listrik di Kalsel dan Kalteng sebanyak 833.175 pelanggan, maka akan mendapatkan 8.331.750.000 Rupiah. Jumlah yang tidak sedikit, belum lagi kalau pembebanan ini diatur berdasarkan kapasitas daya yang dipasang oleh pelanggan. Jadi tidak ada alasan bagi PLN untuk takut memberatkan pelanggan, karena ini menyangkut kepentingan pelanggan juga, lagian selama ini memang pelanggan juga yang selalu diberatkan dan dirugikan. Asalkan dengan transfaransi dan sosialisasi yang jelas kepada pelanggan, ditambah dengan manajemen yang baik dan konsekwensi apabila terjadi pemadaman lagi.
Namun saya kurang tahu, berapa dana yang diperlukan untuk membeli mesin pembangkit listrik tenaga diesel dengan kapasitas 35 MW tersebut, yang menjadi defisit daya listrik kita itu. Akan tetapi, paling tidak ini menjadi gambaran bagi PLN, bahwa masyarakat memang memerlukan penerangan yang cukup, dengan rela membayar lebih. Yang berarti, PLN harus jaga-jaga apabila suatu saat pemerintah memperbolehkan swasta menjadi salah satu badan usaha yang menjadi agen pendistribusian listrik langsung kepada masyarakat.
Saya pribadi mendukung adanya swastanisasi listrik ini, karena selama ini sepertinya tidak ada solusi yang berarti dari pemerintah, guna mengatasi krisis ini. Khusus di Kalimantan Selatan permasalahan yang sama setiap tahunnya, tidak juga ada solusi dan antisipasi dari PLN. Bagi saya, siapapun itu, mau swasta atau iblis sekalipun yang mengelola sistim pendistribusian listrik ini, yang penting listrik jangan byar preeeettt lagi.

Tidak ada komentar: